Ini adalah pahatan dan ukiran setiap kisah., sebentuk cerita, pelajaran, cinta dan airmata di sepanjang perjalanan kehidupan.

Jumat, 24 Mei 2013

Suami Pilihanku Sendiri*


Proses menuju pernikahan bagi setiap orang memiliki cerita tersendiri. Ada yang simpel, ada yang berliku, ada yang mudah, ada yang susah, ada yang biasa saja, ada yang luar biasa, ada yang romantis dan  ada yang dramatis.

Adalah perjalanan panjang untuk menemukan belahan hatiku ini. Padahal kami dulu adalah teman sekelas, jauh di jaman dulu sewaktu kami masih berseragam putih abu-abu. Selepas SMA, masing-masing kami melalang buana (meski masih di seputaran Jawa sih), menjalani kehidupan masing-masing tanpa pernah berkirim kabar. Komunikasi antar teman pada saat itu masih sangat terbatas, belum ada HP, apalagi FB atau twitter.

Reuni menghubungkan kami kembali setelah 10 tahun terpisah. Itupun ia tak datang ke acara reuni. Namun pada saat itu, hampir semua orang sudah memiliki HP, memiliki akun FB dan beberapa memiliki twitter.  Seorang teman menghubunginya, dan darinya aku memperoleh kontaknya. Awalnya tidak pernah berniat/berpikir bahwa ia akan menjadi “sigare nyawa” (belahan hati). Motivasiku saat itu hanya ingin menyambung pertemanan yang lama tak terhubung. Namun siapa yang bisa menolak takdir. Seiring waktu, kami menjadi dekat, dan semakin dekat. 

Proses menikah bukanlah proses yang bisa terbilang indah atau romantis.  Tidak ada  bunga mawar, tidak ada lamaran dengan berlutut, tidak ada lilin redup dan makan malam romantis. Semua itu tidak ada. Yang ada adalah pergulatan batin, pergulatan pikiran, pergulatan  emosi, tangis dan airmata bahkan konflik hingga akhirnya kami menikah. Membutuhkan diskusi panjang baik dengannya, dengan orangtua, saudara, dan sahabat dalam  proses menuju pernikahan.  Ketika pada akhirnya menikah, hanya satu keyakinanku diatas semua keraguanku, “dia orang baik, sekarang maupun di masa lalu sepanjang ingatanku, maka akupun berharap kelak ia akan menjadi suami dan ayah yang baik bagi anak-anakku kelak” .  Kupilih engkau karena itu dan  karena engkaupun memilihku.

Bukan cita-citaku menikah di usia yang matang. Sejak dulu aku berharap bisa menikah di usia muda.  Berbagai proses perjalananku dengan beberapa lelaki tidak menemukan kata kesepakatan. Bukan dariku, tapi dari diri mereka. Dalam tradisi ketimuran memang perempuan hanya bisa memilih dari mereka yang memilihnya. Meski tak menutup kemungkinan perempuan mengajukan pilihan, namun itu masih sangat jarang dan hanya sedikit yang memiliki keberanian. Pihak ke-tiga bisa menjadi mediator atau penghubung. Bahasa gaulnya adalah menjadi makcomblang. Nah, semua lelaki yang berhubungan denganku sebelumnya adalah hasil pengajuan makcomblang, dan karena aku lelah dan kadang terluka hati mengalami kegagalan, maka aku bertekad memilih sendiri  pasangan hidupku. Bila terlalu tabu perempuan mengajukan diri, maka bertindak sedikit agresif mendekati bukan suatu masalah. Agresif bukan berarti merendahkan diri dan bersikap tidak anggun. Agresif berarti bersikap proaktif dan memikat dengan kepribadian yang baik. Dan inilah dia, suami pilihanku sendiri. Dan hari bahagia itupun pada akhirnya terlaksana. Happy sweety wedding. 12-11-2012


* Judul ini aku pilih, sama dengan salah satu kalimat yang terdapat dalam salah satu novel dari NH.Dini  (judul novelnya aku lupa).