Tahu tempat ini? Saya juga tidak pernah tahu sebelumnya.
Seumur hidup saya, saya habiskan di Jawa,
Jawa Tengah tepatnya. Ke luar
Jawa hanya baru di pulau Bali , itupun saat
liburan sekolah. Naah, nasib memutarkan roda kehidupan saya bergulir di tempat
ini. Paloh ada di Kalimantan Barat dengan Pontianak
sebagai ibukota propinsinya dan Sambas sebagai kabupatennya. Ketika saya
membuka situs google, belum ada yang menulis secara detail mengenai Paloh
ini. Paloh masih jauuuuuh di pelosok,
menempuh sekitar 9 jam dari Pontianak jika di tempuh
menggunakan perjalanan darat. Capeknya jangan di tanya, luar biasa capek
pokoknya. Paloh justru lebih dekat dengan Malaysia ,
hanya memakan waktu 2 jam jika mau datang ke Malaysia .
Bagi yang ingin bertandang ke Paloh, inilah rute yang biasa saya tempuh:
1. Dari
Pontianak bisa menggunakan travel atau bus. Travel ongkosnya sekitar Rp. 200.000, kalau
bus sekitar Rp. 45.000. Bus ini biasa di sebut NEK AKI. Travelnya
biasanya menggunakan mobil AVANZA. Mengenai NEK AKI atau busnya, jangan di kira
busnya akan sebagus di Jawa, kualitasnya
masih jauuuuuh. Tapi kalau naik travel, suasanyanya cukup nyaman. Tapi karena
tidak ada pilihan ya sudahlah, terima saja, sudah syukur ada kendaraan yang
mengangkut kita menuju Paloh. AC
kendaran cukup dengan angin cepoi-cepoi saja, sebab freonnya uda habis sehingga
AC aslinya ga mau nyala. Tapi ada yang unik di NEK AKI. Sepeda motor bisa
diangkut di bus tersebut, bukan di dalam bus, namun dinaikkan di atas/di atap
bus. Busnya hanya sebesar mobil Van, jadi tidak akan muat jika sepeda motornya
diletakkan di dalam bus. Cara menaikkan sepeda motor tersebut adalah dengan
mengaikan seutas tali dadung di jeruji roda, lalu kenek bus akan menariknya ke
atas. Pasti memerlukan tenaga luar biasa untuk menaikkan sepeda motor tersebut.
2.
Setelah
melewati Singkawang dan Sambas, kalau naik NEK AKI, maka bus akan berhenti di
terminal Kartiasa. Terminal inipun tidak seluas terminal-terminal bus yang ada
di Jawa. Kecil saja, bahkan saat pertama kali menjejakkan kaki di terminal ini
saya tidak menyangka bahwa tempat tersebut di sebut terminal. Ada warung makan
di samping terminal, kita bisa makan atau sekedar minum di warung
tersebut. Di depan terminal berderet
tukang ojek. Perjalanan kemudian dilanjutkan dengan jasa ojek tersebut. Ongkos
ojek berkisar Rp. 30.000.
3. Tukang
Ojek akan mengantarkan kita sampai di Penyeberangan Sekura. Batas perhentiannya
adalah sebuah sungai yang sangat lebar. Kita bisa menyeberanginya
menggunakan kapal feri, kapal sedang atau sampan. Kapal feri bisa memuat
kendaraan roda empat. Kapal berukuran sedang bisa memuat lebih dari tiga motor,
dan sampan bisa memuat tiga motor beserta beberapa penumpang. Ongkos
menyeberang menggunakan sampan Rp. 7000.
4.
Kalau menggunakan travel, maka travel akan
menurunkan kita sampai di penyeberangan. Perjalanan selanjutnya sama, yakni
menyeberang sungai.
5. Perjalanan selanjutnya ditempuh menggunakan dua
alternative, Oto atau Ojek. Saya biasanya menggunakan ojek. Ongkos jasa ojek ini Rp. 75.000 sampai di Paloh. Dari Sekura
hingga Paloh jalanannya berlubang-lubang dan jarang beraspal. Selama di jalan
kita akan duduk terpantul-pantul di jog motor. Jalan mulus hanya bisa dinikmati
dari Pontianak hingga Sambas saja. Namun sekarang, jalan yang seperti itu sudah
lumayan enak, sebab baru saja dilakukan pengaspalan ulang.
Secara umum,
penduduk Paloh adalah terdiri dari
penduduk lokal (melayu, dayak), pendatang dan Cina. Penduduk local
memiliki mata pencaharian sebagai petani kelapa sawit/lada/karet, nelayan dan
beberapa sebagai pegawai negeri. Para pendatang sebagian besar berprofesi
sebagai PNS. Mereka datang karena ditugaskan di tempat ini. Kaum Cina sebagian
besar berprofesi sebagai pedagang. Selama pengamatan saya, vihara yang terdapat
di Paloh lebih banyak daripada masjid atau gereja. Meski sebagian besar
rumah-rumah penduduk terbuat dari kayu dan beratap seng, namun vihara yang
banyak terdapat di Paloh di bangun dengan mencolok dan megah. Khas seperti
vihara yang ada di Jawa, dominan warna merah dan keemasan dan ornament-ornamen
yang cantik. Kaum Cina juga seringkali berbicara menggunakan bahasa daerah
mereka jika sedang berinteraksi dengan sesama Cina.
Rumah-rumah di
Paloh sebagian besar masih berdesain rumah panggung. Meski ada rumah yang dibangun
menggunakan tembok dan berbasis tanah, namun jumlahnya masih terbilang sedikit.
Tonggak kayu untuk panggungnya tidak terlampau tinggi, hanya beberapa senti
saja, sehingga memungkinkan untuk kendaraan motor dua masuk ke dalam rumah.
Saya pernah bertanya
kenapa sebagian besar rumah beratap seng?. Dalam asumsi saya, seng akan membuat
rumah menjadi sangat panas. Saya belum mendapatkan jawaban pastinya, namun
kira-kira desain rumah panggunglah yang menjadi penyebabnya. Atap seng lebih ringan
dibandingkan atap genting.
Cuaca di Paloh
termasuk ekstrim menurut saya. Sangat panas dan silau di siang hari, namun
dingin menggigit di malam hari. Kondisi cuaca yang seperti ini rawan membuat
mudah sakit. Pada siang hari, jadi malas keluar rumah dan tubuh menjadi lebih
cepat lelah karena cuaca panasnya.
Kondisi tanah
tentu saja berbeda dengan tanah di Jawa. Secara umum tanah di pulau Kalimantan berupa tanah liat. Saya mencoba bercocok tanam beberapa bibit sayuran
yang saya bawa dari Jawa. Motivasi
saya bercocok tanam karena sayuran di
Paloh sangat mahal dan pilihannya sangat terbatas. Selama dua minggu pertama
berbelanja untuk kebutuhan dapur saya hanya menemukan sayur sejenis sawi ,
taoge besar, kacang panjang, labu, mentimun, wortel, kubis dan kentang. Cabe
rawit ada tapi sedikit, tomat ada, tapi bentuknya kecil-kecil dan asam. Semua
sayuran tersebut berharga mahal. Saya pernah belanja satu batang wortel,
seperempat iris kubis, satu butir kentang, dua tempe ukuran kecil harganya Rp.
16.000. Kaget luar biasa, masyaalloh mahalnya. Begitu pula dengan harga ayam
mentah, seperempat kilo harganya Rp. 12.000. Begitu pula harga “abrak”/
peralatan rumah tangga, semua harganya mahal. Bahan makanan yang agak murah
justru dari sumber laut. Ikan dan udang lebih murah dibandingkan dengan harga
Jawa. Harga udang laut seperempat kg ukuran sedang harganya Rp. 15.000.
Wisata di Paloh
berupa pantai. Kata salah satu teman, pantai yang masih perawan dan masih asri
sekali ada di daerah Temajuk, tapi saya belum sempat mengunjunginya. Media
hiburan lainnya tidak ada. Bioskop, arena olahraga, wisata kuliner, wisata
budaya, museum, alun-alun, mall, dan kegiatan hiburan lainnya tidak ada di
Paloh. Kuliner di Paloh juga sangat sedikit. Mungkin saya yang tidak cocok
dengan masakan orang-orang Paloh, hanya saja semuanya terasa tidak enak di
mulut saya. Hanya satu warung yang cocok di lidah saya, yakni warung mas Deny.
Itupun karena yang disajikan adalah masakan khas Jawa, yakni nasi goreng, mi
goreng, bakso dan sate. Harga satu porsi
rata-rata Rp. 12.000. Mahal bukaaaan? Hidup di Paloh memang membutuhkan biaya
yang tidak sedikit, sebab rata-rata harga barang lebih mahal daripada di Jawa.
Hal yang cukup
melegakan dan patut di syukuri adalah sudah ada bidan, dokter dan puskesmas di
Paloh, juga ada sekolah dari tingkat TK hingga SMA. Ada pasar meski harganya
mahal dan barangnya terbatas. Dua tahun setelah saya tinggal di Paloh baru ada ATM. Alhamdulillah, tak perlu lagi menempuh perjalanan 1 jam hanya untuk ke bank dan ATM.
Hmm….Indonesiaku, pemerataan pembangunan yang
timpang antara Jawa dan luar Jawa. Inilah sebabnya banyak yang enggan melakukan
transmigrasi, sebab fasilitasnya masih kalah jauh di bandingkan dengan di Jawa.
Paloh raya, tempat kami mencari
kehidupan, tempat pohon uang kami
tumbuh, tempat kami mencari pengalaman, dan kawan baru. Meski sulit dan keadaan serba terbatas, kami harus bisa beradaptasi dan menyamankan diri di Paloh ini. Mengawali hidup berkeluarga dengan jauh dari
sanak saudara, semoga kehidupan kami menjadi jauh lebih baik ke depannya, amin.
nice post
BalasHapus