Ini adalah pahatan dan ukiran setiap kisah., sebentuk cerita, pelajaran, cinta dan airmata di sepanjang perjalanan kehidupan.

Rabu, 15 Oktober 2014

PALOH RAYA (SAMBAS, KAL-BAR)

Tahu tempat ini? Saya juga tidak pernah tahu sebelumnya. Seumur hidup saya, saya habiskan di Jawa,  Jawa Tengah  tepatnya. Ke luar Jawa hanya baru di pulau Bali, itupun saat liburan sekolah. Naah, nasib memutarkan roda kehidupan saya bergulir di tempat ini. Paloh ada di Kalimantan Barat dengan Pontianak sebagai ibukota propinsinya dan Sambas sebagai kabupatennya. Ketika saya membuka situs google, belum ada yang menulis secara detail mengenai Paloh ini.  Paloh masih jauuuuuh di pelosok, menempuh sekitar 9  jam dari Pontianak jika di tempuh menggunakan perjalanan darat. Capeknya jangan di tanya, luar biasa capek pokoknya. Paloh justru lebih dekat dengan Malaysia, hanya memakan waktu 2 jam jika mau datang ke Malaysia.

Bagi yang ingin bertandang ke Paloh,  inilah rute yang biasa saya tempuh:
1.      Dari Pontianak bisa menggunakan travel atau bus. Travel ongkosnya sekitar Rp. 200.000, kalau bus  sekitar Rp. 45.000.  Bus ini biasa di sebut NEK AKI. Travelnya biasanya menggunakan mobil AVANZA. Mengenai NEK AKI atau busnya, jangan di kira busnya  akan sebagus di Jawa, kualitasnya masih jauuuuuh. Tapi kalau naik travel, suasanyanya cukup nyaman. Tapi karena tidak ada pilihan ya sudahlah, terima saja, sudah syukur ada kendaraan yang mengangkut kita menuju Paloh.  AC kendaran cukup dengan angin cepoi-cepoi saja, sebab freonnya uda habis sehingga AC aslinya ga mau nyala. Tapi ada yang unik di NEK AKI. Sepeda motor bisa diangkut di bus tersebut, bukan di dalam bus, namun dinaikkan di atas/di atap bus. Busnya hanya sebesar mobil Van, jadi tidak akan muat jika sepeda motornya diletakkan di dalam bus. Cara menaikkan sepeda motor tersebut adalah dengan mengaikan seutas tali dadung di jeruji roda, lalu kenek bus akan menariknya ke atas. Pasti memerlukan tenaga luar biasa untuk menaikkan sepeda motor tersebut.

2.       Setelah melewati Singkawang dan Sambas, kalau naik NEK AKI, maka bus akan berhenti di terminal Kartiasa. Terminal inipun tidak seluas terminal-terminal bus yang ada di Jawa. Kecil saja, bahkan saat pertama kali menjejakkan kaki di terminal ini saya tidak menyangka bahwa tempat tersebut di sebut terminal. Ada warung makan di samping terminal, kita bisa makan atau sekedar minum di warung tersebut.  Di depan terminal berderet tukang ojek. Perjalanan kemudian dilanjutkan dengan jasa ojek tersebut. Ongkos ojek berkisar Rp. 30.000.

3.       Tukang Ojek akan mengantarkan kita sampai di Penyeberangan Sekura. Batas perhentiannya adalah sebuah sungai yang sangat lebar. Kita bisa menyeberanginya menggunakan kapal feri, kapal sedang atau sampan. Kapal feri bisa memuat kendaraan roda empat. Kapal berukuran sedang bisa memuat lebih dari tiga motor, dan sampan bisa memuat tiga motor beserta beberapa penumpang. Ongkos menyeberang menggunakan sampan Rp. 7000.

4.       Kalau menggunakan travel, maka travel akan menurunkan kita sampai di penyeberangan. Perjalanan selanjutnya sama, yakni menyeberang sungai.

5.       Perjalanan selanjutnya ditempuh menggunakan dua alternative, Oto atau Ojek. Saya biasanya menggunakan ojek. Ongkos jasa ojek ini Rp. 75.000 sampai di Paloh. Dari Sekura hingga Paloh jalanannya berlubang-lubang dan jarang beraspal. Selama di jalan kita akan duduk terpantul-pantul di jog motor. Jalan mulus hanya bisa dinikmati dari Pontianak hingga Sambas saja. Namun sekarang, jalan yang seperti itu sudah lumayan enak, sebab baru saja dilakukan pengaspalan ulang.

Secara umum, penduduk Paloh adalah terdiri dari  penduduk lokal (melayu, dayak), pendatang dan Cina. Penduduk local memiliki mata pencaharian sebagai petani kelapa sawit/lada/karet, nelayan dan beberapa sebagai pegawai negeri. Para pendatang sebagian besar berprofesi sebagai PNS. Mereka datang karena ditugaskan di tempat ini. Kaum Cina sebagian besar berprofesi sebagai pedagang. Selama pengamatan saya, vihara yang terdapat di Paloh lebih banyak daripada masjid atau gereja. Meski sebagian besar rumah-rumah penduduk terbuat dari kayu dan beratap seng, namun vihara yang banyak terdapat di Paloh di bangun dengan mencolok dan megah. Khas seperti vihara yang ada di Jawa, dominan warna merah dan keemasan dan ornament-ornamen yang cantik. Kaum Cina juga seringkali berbicara menggunakan bahasa daerah mereka jika sedang berinteraksi dengan sesama Cina.

Rumah-rumah di Paloh sebagian besar masih berdesain rumah panggung. Meski ada rumah yang dibangun menggunakan tembok dan berbasis tanah, namun jumlahnya masih terbilang sedikit. Tonggak kayu untuk panggungnya tidak terlampau tinggi, hanya beberapa senti saja, sehingga memungkinkan untuk kendaraan motor dua masuk ke dalam rumah.

Saya pernah bertanya kenapa sebagian besar rumah beratap seng?. Dalam asumsi saya, seng akan membuat rumah menjadi sangat panas. Saya belum mendapatkan jawaban pastinya, namun kira-kira desain rumah panggunglah yang menjadi penyebabnya. Atap seng lebih ringan dibandingkan atap genting.
Cuaca di Paloh termasuk ekstrim menurut saya. Sangat panas dan silau di siang hari, namun dingin menggigit di malam hari. Kondisi cuaca yang seperti ini rawan membuat mudah sakit. Pada siang hari, jadi malas keluar rumah dan tubuh menjadi lebih cepat lelah karena cuaca panasnya.

Kondisi tanah tentu saja berbeda dengan tanah di Jawa. Secara umum tanah di pulau Kalimantan berupa tanah liat. Saya  mencoba bercocok tanam beberapa bibit sayuran yang saya bawa dari Jawa. Motivasi saya bercocok tanam karena  sayuran di Paloh sangat mahal dan pilihannya sangat terbatas. Selama dua minggu pertama berbelanja untuk kebutuhan dapur saya hanya menemukan sayur sejenis sawi , taoge besar, kacang panjang, labu, mentimun, wortel, kubis dan kentang. Cabe rawit ada tapi sedikit, tomat ada, tapi bentuknya kecil-kecil dan asam. Semua sayuran tersebut berharga mahal. Saya pernah belanja satu batang wortel, seperempat iris kubis, satu butir kentang, dua tempe ukuran kecil harganya Rp. 16.000. Kaget luar biasa, masyaalloh mahalnya. Begitu pula dengan harga ayam mentah, seperempat kilo harganya Rp. 12.000. Begitu pula harga “abrak”/ peralatan rumah tangga, semua harganya mahal. Bahan makanan yang agak murah justru dari sumber laut. Ikan dan udang lebih murah dibandingkan dengan harga Jawa. Harga udang laut seperempat kg ukuran sedang harganya Rp. 15.000.

Wisata di Paloh berupa pantai. Kata salah satu teman, pantai yang masih perawan dan masih asri sekali ada di daerah Temajuk, tapi saya belum sempat mengunjunginya. Media hiburan lainnya tidak ada. Bioskop, arena olahraga, wisata kuliner, wisata budaya, museum, alun-alun, mall, dan kegiatan hiburan lainnya tidak ada di Paloh. Kuliner di Paloh juga sangat sedikit. Mungkin saya yang tidak cocok dengan masakan orang-orang Paloh, hanya saja semuanya terasa tidak enak di mulut saya. Hanya satu warung yang cocok di lidah saya, yakni warung mas Deny. Itupun karena yang disajikan adalah masakan khas Jawa, yakni nasi goreng, mi goreng, bakso dan  sate. Harga satu porsi rata-rata Rp. 12.000. Mahal bukaaaan? Hidup di Paloh memang membutuhkan biaya yang tidak sedikit, sebab rata-rata harga barang lebih mahal daripada  di Jawa. 

Hal yang cukup melegakan dan patut di syukuri adalah sudah ada bidan, dokter dan puskesmas di Paloh, juga ada sekolah dari tingkat TK hingga SMA. Ada pasar meski harganya mahal dan barangnya terbatas. Dua tahun setelah saya tinggal di Paloh baru ada ATM. Alhamdulillah, tak perlu lagi menempuh perjalanan 1 jam hanya untuk ke bank dan ATM.

Hmm….Indonesiaku, pemerataan pembangunan yang timpang antara Jawa dan luar Jawa. Inilah sebabnya banyak yang enggan melakukan transmigrasi, sebab fasilitasnya masih kalah jauh di bandingkan dengan di Jawa. 

Paloh raya, tempat kami  mencari kehidupan,  tempat pohon uang kami tumbuh, tempat kami mencari pengalaman, dan kawan baru. Meski sulit dan keadaan serba terbatas, kami harus bisa beradaptasi dan menyamankan diri di Paloh ini. Mengawali hidup berkeluarga dengan jauh dari sanak saudara, semoga kehidupan kami menjadi jauh lebih baik ke depannya, amin.


1 komentar: