Ini adalah pahatan dan ukiran setiap kisah., sebentuk cerita, pelajaran, cinta dan airmata di sepanjang perjalanan kehidupan.

Kamis, 30 Agustus 2012

The Miracle Worker


Sebuah film yang tidak pernah bosan saya tonton, meskipun telah berulang kali saya menontonnya.

Sebenarnya awal ketertarikan akan film ini karena melihat tokoh anak yang begitu menggemaskan sih, so cute banget lah. Plus baju-bajunya yang cantik-cantik dan lucu-lucu, hihihi. Tapi selanjutnya begitu menyimak kisah selanjutnya, semakin saya terpesona, dan makin terpesona pada film ini.

Film ini bercerita tentang kisah seorang guru (Annie Sullivan) yang mendapatkan tantangan untuk mengajari seorang anak dari keluarga kaya raya (keluarga Keller) yang mengalami multi kecacatan seperti buta, tuli, dan bisu dan berperilaku liar (penuh kemarahan, menyerang orang lain, menyakiti diri sendiri). Kondisi ini jelas bisa membahayakan keselamatan orang lain maupun diri anak sendiri.


Saya mungkin sudah akan menyerah semenjak awal. Jika begitu banyak kecacatan yang dialami seorang anak, lantas bagaimana cara mengajari anak ini?, tidak bisa melihat, mendengar, dan berbicara. Ckckckck...sangat kompleks. Helen (nama tokoh anak) akan berjalan dengan cara meraba-raba, seringkali menabrak benda-benda ataupun bagian-bagian di dalam rumah, berkomunikasi dengan orang lain dengan bahasa isyarat berupa ketukan tangan (sentuhan, coz dia kan juga tidak bisa melihat dan mendengar).

Orangtua anak ini begitu frustasi dengan kondisi anaknya. Selain frustasi, orangtua juga merasa begitu prihatin dan kasihan melihat kondisi anak. Kehadiran anak cacat telah mempengaruhi hubungan seluruh anggota keluarga, mempengaruhi kehidupan perkawinan, menguras waktu mereka untuk menjaga anak cacat. Orangtua kemudian berupaya untuk mengusahakan perbaikan kondisi anak dengan memanggil seorang guru privat untuk mengajari sang putri. Sistem pendidikan yang diterapkan adalah homeschooling. Hanya saja dalam kasus ini, gurulah yang tinggal di rumah siswa agar bisa total dalam mengajar si anak.

Hal pertama yang dilakukan oleh guru adalah melakukan observasi, baik pada perilaku anak maupun perlakuan keluarga kepada Helen. Sikap yang seringkali keliru dari pihak keluarga adalah sikap mengasihi anak dengan cara yang salah. Hal ini bisa tercermin dari perlakuan keluarga yang membiarkan saja, saat Helen berperilaku tidak sopan terhadap orang lain, memberikan apa yang menjadi keinginan Helen, pada saat Helen berperilaku buruk agar Helen menghentikan perilaku buruknya (memberikan permen agar Helen tenang sementara). Orangtua tidak sadar bahwa respon demikian merupakan respon penguatan bagi anak untuk kembali melakukan perilaku buruk demi mendapatkan apa yang diinginkannya. Anak bisa mengontrol orang-orang sekitarnya dengan perilaku buruknya. Sikap yang salah selanjutnya adalah rasa tidak tega kepada anak pada saat guru ingin mendisiplinkan anak/mengajari anak. Sikap selanjutnya adalah adanya harapan yang tidak realistis terhadap kondisi anak. Pada umumnya orangtua ingin agar pengobatan/terapi/pendidikan kepada anak dapat bekerja dengan hasil instan. Jelas hal ini tidak mungkin, karena esensi dalam sebuah pembelajaran adalah proses. Sikap-sikap ini jelas menghambat proses pembelajaran yang di lakukan oleh guru terhadap anak.

Masih menyoroti soal sikap orangtua. Orangtua yang memiliki anak cacat seharusnya juga memperhatikan anak lain jika memang ada. Hal ini untuk mencegah terjadinya sibling rivalry atau kecemburuan pada saudara kandung (atau saudara titi) dari anak cacat. Meskipun anak cacat membutuhkan perhatian yang ekstra lebih dari orangtua, orangtua juga harus memperhatikan kebutuhan anak-anaknya yang lain. Orangtua dapat memberikan pemahaman akan kondisi saudara yang cacat, menyediakan waktu khusus antara orangtua dan anak tanpa kehadiran dari anak cacat, melibatkan saudara kandung dalam proses pengasuhan anak cacat.

Cara yang dilakukan guru dalam mengajar anak:
1.       mengajar bahasa. Meski anak bisu tidak memiliki kata-kata untuk berkomunikasi, namun ia harus memiliki sebuah alat bantu bahasa untuk berkomunikasi dengan orang lain. Orangtua tidak boleh membiarkan anak tidak memiliki bahasa, meskipun orangtua berkilah “ia memahami semua kebutuhan anak cacat”. Menurut bu Sullivan, meskipun seorang anak mengalami kecacatan, kecacatan itu hanya pada inderanya, bukan pada pikirannya. Jadi bahasa itu sangat penting sekali, “lebih penting bahasa sebagai cahaya pikiran, daripada cahaya bagi mata.”à istilahnya amat sangat keren menurut saya. Inilah kehebatan bu Sullivan. Ia yakin bisa mengajar si anak, meskipun ia tidak bisa berbicara pada anak. Satu hal yang dibutuhkan guru dalam hal ini adalah dukungan penuh dari orangtua. Dalam mengajar bahasa, karena Helen ini bisu dan tuli, caranya adalah dengan isyarat tangan, dan cara mengajarkannya adalah bu Sullivan mempraktekkan huruf demi huruf dan membimbing Helen supaya menirukannya. Setiap benda yang dipegang Helen diperkenalkan namanya dan di contohkan huruf-huruf pembentuk kata itu. Namun yang menjadi permasalahan adalah Helen tidak bisa memberikan makna bagi benda tersebut, meskipun di kemudian hari ia menguasai begitu banyak huruf melalui isyarat jari tangannya. Jarinya belajar aksara, tugas kemudian, otaknya akan memproses bahwa aksara memiliki makna. Agar bisa berkomunikasi timbal balik dengan orang lain, maka keluarga juga harus belajar akan bahasa isyarat ini, sama halnya dengan anak yang belajar mengeja aksara melalui jari-jari tangannya.
2.     belajar disiplin, sebab semua anggota keluarga tidak ada yang berusaha mengatur si anak. Tantangannya: membuat anak disiplin, tanpa mematahkan semangat belajar anak. Biasanya anak menjadi tidak disiplin karena anak selalu dipenuhi permintaannya, meskipun ia berlaku tidak sopan. Orangtua berlaku seperti itu karena kasihan terhadap anak, karena anak marah-tantrum-melukai diri sendiri. Perlu disadari orangtua, anak seperti itu karena dia tidak tahu bagaimana cara mendapatkan permintaannya dengan cara yang benar. Jika semua orang melindungi anak dan berbelas kasih maka anak akan terus berperilaku buruk. Mengajarkan anak untuk berperilaku baik sangat penting dilakukan semenjak dini, meskipun kadang orangtua berlaku keras dan tidak selalu menuruti permintaan anak. Hal ini penting sebab tidak selamanya orangtua bisa mendampingi anak, orangtua bisa melakukan atau memenuhi kebutuhan anak. Anak harus belajar melakukan segala sesuatunya sendiri (terutama kegiatan bina diri) secara mandiri agar kelak dikemudian hari ia tidak lagi merepotkan atau membebani orangtuanya. Apa yang dituntut orangtua terhadap diri anak, itulah yang akan membentuk diri anak.
3.     Harapan. Kadang kendala guru adalah ketika orangtua melihat tidak ada secerca harapan. Memang memerlikan kesabaran, karena anak dengan kecacatan, bahkan multiple bisa mdiajari dalam waktu yang instan.
4.     belajar patuh. Anak harus belajar untuk patuh kepada guru maupun orangtuanya.

Dibutuhkan konsistensi orangtua agar anak mencapai kemajuan. Kemajuan yang dicapai anak, sangatlah berarti dan hal ini dapat menjadi harapan bahwa anak akan berkembang menjadi lebih baik.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar